Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan

ngaspal 1Ilmuwan Kimia asal India, Rajagovalan Vasudevan, mengatakan plastik bukanlah suatu masalah jika kita membuangnya di tempat yang tepat. “Selama kita tidak membuangnya ke laut, atau menumpuknya di tempat sampah, ada banyak hal yang bisa kita perbuat dengan plastik,” ujarnya, sebagaimana dikutip The Guardian.

Awal tahun ini, Vasudevan mendapat penghargaan Padma Shri—penghargaan sipil tertinggi di India—atas temuannya yang inovatif tentang daur ulang sampah plastik. Pengajar di Thiagarajar College of Engineering tersebut menjadikan sampah plastik sebagai salah satu komponen pembuat jalan.

Ide penggunaan plastik sebagai aspal lahir di bengkel tempatnya mengajar. Kala itu, Vasudevan terusik dengan seruan melarang penggunaan plastik yang—meski dianggap berdampak buruk terhadap lingkungan—justru diyakininya punya manfaat yang tak sedikit buat orang-orang miskin. Maka, Vasudevan berupaya mencari jalan tengah.



"Ban plastik bisa ikut menentukan kualitas hidup keluarga berpenghasilan rendah, tapi jika Anda membakar atau menguburnya, pasti mempengaruhi lingkungan," kata Vasudevan. Pada 2001, serangkaian eksperimen ia jalankan untuk menemukan teknik pemanfaatan yang efektif. Kemudian sang ilmuwan menemukan: dalam kondisi cair, plastik memiliki sifat pengikat yang sangat baik, sebagaimana aspal.

"Bitumen, campuran hidrokarbon yang sangat heterogen, terdiri atas polimer yang mirip dengan plastik. Ketika plastik cair ditambahkan ke batu dan campuran aspal, sesuai dengan sifatnya, plastik menempel cepat dan mengikat kedua bahan itu jadi satu,” katanya.

Selain itu, plastik yang dimodifikasi sebagai aspal juga membuat jalanan lebih tahan lama. Alasannya: lapisan plastik cair mampu mengisi ruang antara kerikil dan aspal sehingga membuat air hujan tak bisa merembes dan pada akhirnya merusak jalanan. Dengan kata lain: aspal plastik mencegah pembentukan lubang.

Temuan Vasudevan tak bisa dilepaskan dari Dr. Abdul Kalam. Ketika ilmuwan sekaligus mantan presiden India tersebut berkunjung ke Thiagarajar, dia mendorong Vasudevan membuat jalan beraspal plastik di lingkungan kampus. Pada 2002, aspal plastik untuk pertama kalinya digunakan sebagai bahan pembuatan jalan sepanjang 60 kaki. 4 tahun kemudian, Vasudevan menerima paten atas temuannya dan sejak saat itu sekitar 10.000 km jalan di India sudah dibuat dengan aspal plastik.

Sudah dipraktekan di Indonesia

Uji coba limbah plastik untuk aspal jalan di Bali akan dipamerkan pada Forum Pertemuan Tahunan World Bank dan IMF tahun 2018 mendatang terkait dengan solusi masalah limbah plastik. Sejumlah aktivis lingkungan mengingatkan ada sejumlah hal yang perlu diwaspadai dari aspal campur plastik ini.

Siaran pers dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut pemilihan Universitas Udayana sebagai lokasi ujicoba pertama, karena lokasi tersebut akan dijadikan showcase pada pertemuan lembaga keuangan dan kreditor internasional tersebut.

ngaspal 2

Disebutkan, setelah berhasil diujicoba di kampus Universitas Udayana, selanjutnya pemanfaatan limbah plastik untuk aspal juga akan dilaksanakan pada jalan nasional di Jakarta, Bekasi dan Surabaya pada pertengahan Agustus tahun 2017. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VI (DKI Jakarta dan Jabar) dan BBPJN VII (Jawa Timur) saat ini tengah melakukan persiapannya sehingga dapat segera dimulai.

Pemanfaatan limbah plastik sebagai aspal merupakan kerjasama antara Kementerian PUPR dan Kementerian Koordinator Kemaritiman. Dalam kaitan ini, Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim Kemenko Kemaritiman Safri Burhanuddin mengatakan bahwa untuk menyuplai kebutuhan limbah plastik sebagai aspal pihaknya telah berkoordinasi dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) di 16 kota besar yang akan mengumpulkan dan memilah sampah.

“Dalam upaya pengurangan sampah ini tahapan awalnya adalah melakukan edukasi kepada masyarakat, setelah terkumpul kami minta dukungan tim Kementerian PUPR. Pemanfaatan limbah plastik untuk aspal ini diharapkan dapat menjadi solusi yang tepat terhadap permasalahan sampah di Indonesia,” tutur Safri dalam siaran persnya.

Pada hari Sabtu (29/7/2017) telah dilaksanakan ujicoba menggelar aspal plastik sepanjang 700 meter yang bertempat di Universitas Udayana, Jimbaran, Badung. Kepala Balitbang Kementerian PUPR Danis Hidayat Sumadilaga mengatakan pemanfaatan limbah plastik sebagai aspal tersebut merupakan salah satu solusi bagi permasalahan sampah plastik.

Dampak Buruk

Limbah plastik untuk bahan baku aspal jalan bukan hal baru. Dikutip dari The Guardian, jalanan dari limbah plastik yang dikembangkan 15 tahun lalu di India ini memiliki kelebihan dan kelemahan.

Jalan aspal dari plastik campur aspal (bitumen) di India menjadi salah satu diskusi aktivis lingkungan. David Sutasurya, Direktur Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) ini misalnya mendiskusikan dengan Dharmesh Shah dari Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA).

Terkait potensi paparan terhadap racun. Bitumen diproses pada suhu maksimum 160 derajat celcius, yang cukup tinggi untuk melelehkan plastik tapi terlalu rendah untuk memastikan degradasi berbagai jenis racun.

Masalah yang lebih besar dari teknologi ini adalah polusi mikro-plastik. Plastik yang digunakan dalam proses pengolahan aspal hanya berubah secara fisik dan membentuk lapisan tipis pada batuan. Plastik tersebut tidak benar-benar terurai. Pelapukan jalan sepanjang waktu berpotensi memecah plastik menjadi partikel mikro plastik yang masuk ke ekosistem.

“Sayangnya, tidak ada studi mendalam lainnya yang melihat emisi dari jalan plastik dan tidak ada yang melihat Dioxin,” ujar Dharmesh Shah dalam korespondensinya dengan David dan jaringan GAIA. Dalam website GAIA, no-burn.org disebutkan ada sedikitnya 800 lembaga, komunitas, dan individu di lebih dari 90 negara yang terlibat dalam jaringan edukasi sampah dan kampanye bahaya pembakaran sampah ini.

David dari YPBB yang juga menjadi anggota Aliansi Zerowaste Indonesia (AZWI) menambahkan tidak adanya bukti tentang racun bukan berarti jalan dari plastik aman, tetapi hanya karena belum ada penelitian yang dilakukan tentang hal tersebut. “Terkait prinsip kehati-hatian, suatu teknologi yang belum cukup diteliti bahayanya seharusnya tidak boleh diaplikasikan secara luas, kecuali untuk skala laboratorium,” katanya.
Salah satu pegiat edukasi pengelolaan sampah di Bali, Catur Yudha Hariani dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali mengatakan ide jalan dari aspal campur plastik perlu kehati-hatian jika memilihnya menjadi proyek besar.

Menurutnya plastik jika dibakar akan mengeluarkan zat dioksin yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Jenis penyakit dampak dioksin mengerikan karena bisa membunuh badan manusia secara perlahan. Plastik pada kondisi panas akan memuai dan mengeluarkan racun. Nah jalan pasti terpapar matahari. Hal lain, apakah jumlah limbah plastik yang digunakan signifikan dan teknologinya efisien.

“Tetapi intinya kalau mau mengurangi plastik ya harus dengan perubahan pola pikir dan pola laku,” katanya mengingatkan pentingnya terus membangun kesadaran soal sampah. Untuk kebijakan yang bisa dikontrol, Catur menyontohkan harga plastik harus mahal dan perusahaan yang menggunakan plastik harus mau menerima kembali limbahnya.


Deprecated: Directive 'allow_url_include' is deprecated in Unknown on line 0